Langsung ke konten utama

Surat untuk Bapak

 

Sebuah Perdebatan bersama Bapak :
Nikah beda Agama

Malam ini seharusnya saya melanjutkan kegiatan mengaji. Tetapi karena pikiran saya penuh dengan perdebatan tadi, saya alihkan mengajinya dalam bentuk menulis opini. Karena percuma kurang baik, disamping kita ngaji, tapi pikiran kita sliweran kemana-mana, 'dahulukan yang paling menganggu pikiranmu' begitulah yang dikatakan Al-Qur'an. Awal perdebatan ini sebenarnya dari obrolan random, dimana Bapak saya membahas pernikahan beda agama yang dilakukan oleh Shahrukh Khan dan istrinya yang beragama Hindu. Ia mengatakan bahwa pernikahan seperti itu apalagi sampai punya anak, maka absolut dinyatakan "zina", dia pun memperkuat argumennya dengan mengatakan "itu udah ada loh di Al-Qur'an, dan orang-orang kayak gitu murni masuk neraka". Saya tiba-tiba menjadi heran, bukannya gimana-gimana atau bukannya saya merasa sok benar, tapi kok ada ya orang yang sok tau, sekalipun itu Bapak kandung sendiri wkwk.

Ya akhirnya saya nyeletuk "loh kok Bapak sok tau?" Merasa tidak terima, suaranya agak ngegas "lah emang bener! Absolut itu pernikahan yang beda agama itu masuk neraka, itu udah tertera di hukum islam loh, kamu kok meragukan agama kayak gitu?" Saya tiba-tiba menjadi ngakak sendiri, baru kali ini anak studi agama-agama dikatain skeptis, sebuah kehormatan wkwk. Akhirnya saya bikin kesel lagi "kalo cara pandang bapak kayak gitu, ya berarti bapak ekslusif dong. Masa cuma umat islam aja yang paling istimewa? Kalo ada orang baik sekalipun agamanya buddha, apakah absolut juga dikatakan masuk neraka?" Bapak pun agak kesel dengan jawaban saya. "Bukan bapak eksklusif, tapi emang gitu kenyataannya" akhirnya saya pancing lagi "emang bapak pernah ke alam akhirat, ngeliat orang-orang yang beda dari agama islam masuk neraka? Kalo dia beragama islam tapi kelakuan kayak setan apakah absolut juga masuk surga?". Dia pun kesel dan gak dengerin omongan saya, ia akhirnya mengalihkan perhatian saya, untuk solat maghrib. Ya kadang akhirnya tradisi budaya yang kolot bin turun-temurun, membuat pemikiran juga cenderung seperti itu. Makanya wajar kalo umat islam sering dikatakan mandeg, stagnan pemikiran. Karena udah turun-temurun sejak zaman Arab jahiliah sebelum puncaknya Napoleon datang melakukan pembaharuan. 

Bagi saya, permasalahan yang ingin saya bahas dan obrolkan baik-baik dengan Bapak bukan mengenai syari'atnya. Tapi mengenai budayanya. Pernikahan beda agama yang dilakukan orang-orang, terutama Shahrukh Khan sekalipun, memang dulu sering terjadi, bahkan sampai sekarang. Dan kalau saya memakai sudut pandang Pluralisme, maka sah-sah saja pernikahan beda agama ada, karena semua agama mempunyai derajat yang sama, mempunyai kekurangan dan kelebihan yang sama, dan lebih penting lagi semua agama 'sama' di mata Allah, Tuhan Sang Al-Haqq. Tapi melihat kondisi India yang sama seperti Indonesia, diliputi berbagai macam agama Sikh, Jain, Hindu, Buddha dan Islam tetapi cenderung mencampuradukkan dengan budaya yang ada, maka sah-sah saja bagi mereka untuk dilakukan pernikahan beda agama. Saya rasa paradigma pluralisme seharusnya lebih diberikan kepada orang India ketimbang Indonesia, (bercanda wkwk). Dan lebih pas dikatakan berzina adalah ketika laki-laki dan perempuan itu mendahulukan hawa nafsu ketimbang syari'at, sekalipun ia seagama bagi saya pribadi. Misalnya si A ingin menikah dengan B, tapi karena gapunya biaya untuk nikahin si B dan kebelet, akhirnya dia terpaksa melakukan hubungan seks di luar pernikahan, ini baru pantas kalau dikatakan "zina". Dan persoalannya begini Bapak, tradisi nikah beda agama akan selalu ada di tiap zaman, sekalipun agama memang absolut melarangnya. Kalo cara berpikir bapak mendahulukan versi bapak sendiri yang cenderung ekslusif, maka nikah beda agama gak akan kelar-kelar di bahas dan muter di situ-situ aja. Kalo misalnya Shahrukh Khan itu nikah sama istrinya yang Hindu, lalu mempunyai anak, kasian nasib si anak ini, padahal menurut paradigma Bapak yang bersalah Shahrukh Khan dan istrinya aja.

Saya bukannya meragukan agama, tapi saya mencoba untuk berpikir kritis. Kalo saya skeptis, mengapa saya sampai saat ini tetap melaksanakan solat, dzikir, dan puasa yang itu memang turun-temurun dari keluarga? Bahkan ngomong kasar pun saya masih takut, bukan takut karena dosa, takut menimbulkan efek yang gak baik ke sekitar yang cenderung lebih cepat di tiru orang. Alhamdulillah saya masih seorang muslim yang taat, walaupun cara berpikir saya kadang bikin kesel orang-orang muslim pada umumnya. Urusan nikah beda agama biarlah menjadi urusan pribadi mereka, Bapak. Kita gausah terburu-buru menyimpulkan sesuatu? Emang kita mau kemana si? Masuk surga duluan? 

Kita gausalahlah, membanding-bandingkan diri kita lebih baik dengan orang lain, cukup kita tidak menirunya saja apa yang kita anggap tidak baik. Fenomena nikah beda agama akan selalu ada di manapun itu. Walaupun para pluralisme tidak memperdebat-panjangkan hal tersebut, tapi setidaknya kita masih punya keyakinan, rasa syukur, dan qanaah. Kalo masih ada jodoh orang islam, kenapa kita harus pilih yang beda agama? Cukuplah kita bersyukur dan merasa cukup dengan kuasa Tuhan yang ada, bukan pandai mengkomparasikan dan melakukan obral 'siapa agama yang paling baik di mata Tuhan'. Semua agama adalah sama Bapak, dan urusan pernikahan beda agama biarlah menjadi pilihan dan urusan mereka pribadi. Kita sebaiknya jangan sok tau, dan merasa paling benar. Kalo misalnya dia nikah beda agama, tapi kedua pasangan itu adalah orang yang baik trus di akhirat Bapak ngeliat mereka masuk surga, gimana? Tapi ketika Bapak, menganggap argumen pribadi Bapak paling baik malah jadi salah, gimana? 

Cukuplah kita bersyukur dengan agama yang kita miliki masing-masing. Agama yang membawa kita ke jalan yang benar. Hilangkanlah provokasi beragama yang berlebihan, kita boleh bertindak ekslusif untuk keperluan kita pribadi, tapi melihat nuansa keanekaragaman di sekitar kita, seharusnya perbedaan itu menjadi rahmat dan membawa kita pada cara berpikir yang benar, memahami perbedaan yang bersifat inklusif dan pluralis. Terkadang, apa yang kita anggap baik, di mata Tuhan belum tentu baik. Dan apa yang kita anggap tidak baik, di mata Tuhan belum tentu tidak baik pula. Oleh sebab itu pentingnya kita memahami epoche dalam fenomenalogi agama, dan filsafat perenial, supaya kita menjadi orang yang tidak memperpanjang debatkan agama dengan cara yang kurang tepat, karena bagi saya paradigma seperti itu adalah norak!

Semoga kita akan selalu menjadi manusia beragama yang benar. Aamiin..

Note :
Saya gatau tulisan 'Shahrukh Khan' bener apa salah, mohon maaf.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bedah Buku: Integrasi Ilmu

  Integrasi Ilmu, Mulyadhi Kartanegara - Sebuah Rekonstruksi Holistiks sebuahresensi buku, karya abal-abal - Azhar Azizah Dalam hal ini basis sebagai dasar atau asas antara ilmu-ilmu agama dan juga ilmu-ilmu umum adalah satu dan sama, hal ini telah banyak di jelaskan dalam bab sebelumnya tentang teori wahdah al-wujud Mulla Sadra. Perbedaan yang terjadi diantara ilmu-ilmu agama dan juga ilmu-ilmu umum hanya sebatas pada pemilahan semata bukan pemisahan apalagi mengakibatkan pada penolakan ilmu-ilmu tersebut satu sama lain. Tujuan dilakukannya pemilahan ini menurut Mulyadi adalah bahwa ilmu-ilmu agama dapat menuntun kehidupan ruhani manusia sedangkan ilmu-ilmu umum dapat membimbing kehidupan duniawi manusia yang keduanya sama-sama penting dan bermanfaat.  Get it on below. Free!⏬ https://bit.ly/BedahBukuIntegrasiIlmu