Langsung ke konten utama

Pernikahan Yang Bagaimana Yang Idealis?

 


"perempuan bukan daging segar apalagi kondom dan vagina nggak sebercanda itu,".

Penulis : Azhar Azizah, penyuka kopi, kiri dan melankolis.-

Sudah berapa kali saya membahas tentang keadilan? Ada yang bisa menghitungnya barangkali? Dan sudah cukup lama agaknya, saya tidak membahas lagi soal Pernikahan. 

Barangkali kita semua sedang beradaptasi dengan fenomena, dulu saya mengatakan sebelumnya bahwa "pernikahan itu tidak selamanya baik" ini ketika sang Ibu, Goldman baru saja mengenalkanku pada ruang anarki feminis, tapi sekarang semakin kesini, saya semakin menemukan formula "bahwa tidak semua harus kita nilai buruk". Dalam artian ini, bukannya saya memutuskan untuk 'kebelet nikah', no! Because I am not ready. Tetapi, dalam artian ini, mungkin ada sebagian orang yang memutuskan untuk menikah atau tidaknya, and we don't need to make a big deal about it, because they have their own right to choice. Tidak ada yang salah, yang salah adalah ketika kita menggunakan cara pernikahan itu secara negatif, dan berpikiran sempit tentang pernikahan. 

Saya terkadang suka heran dengan laki-laki yang menghalalkan segala cara untuk melakukan seks dalam ruang pernikahan demi mendapatkan label 'halal/sah'. Dan saya kadang-kadang jugaberpikir, "yang kau nikahi penismu dan vaginanya? Atau perempuan itu sendiri?" Dalam persepsi seperti ini, saya tidak mengatakan ini berlaku kepada semua laki-laki, tidak. Hanya saja, kita sadar, ada beberapa orang yang berpikiran dan berkelakuan seperti ini. Dan saya juga terkadang suka heran dengan perempuan yang berpikiran kolot dan kental, bahwa menikah adalah ideologinya yang idealis. Bahwa sesudah menikah adalah kau mendapatkan suamimu yang seutuhnya. Bahwa sesudah menikah kau akan di jamin kehidupannya. Bahwa sudah menikah tidak ada lagi aib bagimu. Kita digiring dengan 'iming-iming' budaya patriarki. Sambil meminum segelas kopi, saya akan katakan, "Nona, Pernikahan bukan soal kau ingin dicintai saja, tapi pernikahan lebih daripada itu, pernikahan bukan negeri dongeng, bukan soal jaminan saja, bukan soal harga dirimu, tapi soal cara kita mengatur serta merawat kehidupan yang baik!" Bagaimana nanti jika suamimu ternyata bukan orang yang kaya, apakah kau akan sanggup bertahan dalam pernikahan? Apakah kau menikah hanya demi 3B? Bagaimana jika kau mengalami kekerasan dalam rumah tangga? Apakah itu sama saja akan menjadi aib? Apa bedanya aib kau yang dibicarakan sebelum menikah dan sesudah menikah? Oh ayolah, kita terkadang terlalu memperhatikan nilai, kita terkadang membutuhkan eksistensi dengan cara yang kolot. Pernikahan tidak semudah membalikkan telapak tangan, pernikahan adalah ruang kesiapan untuk saling mengenal, mengerti, dan memahami. Saya tau, kita semua adalah makhluk biologis, tapi semua ada tata caranya dan tidak anal atau sembrono. Dan Pernikahan bukan perkara seks saja. 

Lalu yang paling miris, ketika kita sudah ada dalam ruang pernikahan, seorang suami yang tadinya kau anggap Pangeran semur hidupmu, tetapi hal ini malah membawa hatimu hancur, suami yang kau cita-citakan selama ini, menikahi perempuan lain lagi. Dia lalu meminta izinmu, dengan perasaanmu yang ikhlas tidak ikhlas. Dia melakukan poligami, yang saya pikir, itu tidaklah adil, walaupun sah karena mendapat legalitas dalam kitab suci. Tapi bagi saya, tidak ada poligami yang benar-benar sempurna, pasti, satu hal yang pasti, bahwa satu diantara tiga orang itu akan merasa dirugikan dan mengalami kehancuran. Qasim Amin menyebutkan "betatapun keadaannya, seorang wanita itu akan merasa pedih hatinya bila melihat suaminya menikah dengan wanita lain. Ia merasa runtuh dan tidak ada harapan baginya untuk menegakkan kembali kedudukan yang terhormat itu". Saya yakin itu, sebab, saya pikir hal ini di dukung dengan pendapat Fazlur Rahman, yang baru saja mampir meminum secangkir teh sambil berkata "Manusia tidak akan mampu dan tidak mungkin bersikap Adil. Poligami secara berangsur tetapi pasti harus di hapuskan, kecuali dalam menghadapi kasus-kasus yang sangat darurat" dalam hal ini Fazlur Rahman menyatakan dan menegaskan bahwa laki-laki hanya mampu bersifat Adil kepada satu perempuan, hal-hal lain yang bersifat merugikan, agaknya tidak etis untuk dijalankan, adapun poligami boleh dilakukan jika situasinya darurat, seperti misalnya istrinya sedang kritis dan sakit keras, ataupun, ketika istrinya telah meninggal dunia. Tapi tetap saja, bagi saya, poligami darurat boleh dilakukan jika istrinya telah meninggal dunia. Bahkan umat Katolik pun melakukan hal seperti itu, ketika mereka terikat pada Gereja dalam pernikahan, maka mereka juga tidak boleh berperilaku poligami, setia kepada pasangannya, dan akan terikat seumur hidup.

Maka dalam hal ini, kita bisa menyimpulkan, bahwa pernikahan bukanlah taman bermain, tapi pernikahan adalah tempat untuk memahami dirinya dan dirimu sendiri. Pernikahan bukan sekedar pemuas nafsu belaka. Tapi pernikahan adalah tentang kemanusiaan, tentang sebuah nyawa dan jiwa, dan tentang kehidupan. Kita harus memikirkan masa-masa setelah pernikahan ke depannya, Kunto Aji menyebutnya "kita harus punya Rancang Rencana", akan ada nyawa yang di kandung, akan ada seorang anak, dilatih menjadi orangtua, akan ada lelah yang tak berujung sampai hari tua, kebutuhan akan uang untuk perekonomian keluarga, sekolah anak, dan masa-masa tua. Pernikahan tidak semudah itu, saya berkaca secara realistis walaupun belum pernah, tapi yakinlah "pernikahan itu sulit." Kita akan terikat seumur hidup dengan pasangan masing-masing, kita akan bosan dan jenuh dengan sikap pasanganmu, tapi kita tidak bisa apa-apa, kecuali jika pasangan kita melakukan kekerasan dalam rumah tangga, kita punya hak untuk berkata 'berhenti atau tidak'. Pokoknya pernikahan itu sulit, tetapi setelah membaca opini ini, kita jangan merasa insecure atau tak ingin menikah, karena bagi saya, ada satu formula lagi untuk menghadapi semua kesulitan ini. Dalam Islam kita seringkali mendengar kalimat "sakinah, mawaddah, warahmah" ya, tiga hal ini, mereka akan membantumu keluar dari black hole tersebut. Sakinah artinya ketenangan batin, Mawaddah artinya cinta, dan Rahmah artinya kasih sayang. Mungkin kita akan selalu melihat pasangan kita setiap hari, tetapi jika kita hal itu dijalankan dengan prinsip pernikahan dalam islam tadi, maka pernikahan itu akan hidup. 

Untuk itu, sesulit apapun menghadapi pernikahan, namun kita sekarang mulai paham, bagaimana cara menghadapi pernikahan yang idealis. Semua punya etika dalam menghadapi kehidupan dan pasangan kita. Kita dilatih bagaimana kita merawat kehidupan dalam pernikahan, kita dilatih untuk menghargai kemanusian dalam pasangan dan anak-anak kita. Dalam hal ini, biarkan ku tegaskan juga, "perempuan bukan daging segar apalagi kondom, dan vagina nggak sebercanda itu,".

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bedah Buku: Integrasi Ilmu

  Integrasi Ilmu, Mulyadhi Kartanegara - Sebuah Rekonstruksi Holistiks sebuahresensi buku, karya abal-abal - Azhar Azizah Dalam hal ini basis sebagai dasar atau asas antara ilmu-ilmu agama dan juga ilmu-ilmu umum adalah satu dan sama, hal ini telah banyak di jelaskan dalam bab sebelumnya tentang teori wahdah al-wujud Mulla Sadra. Perbedaan yang terjadi diantara ilmu-ilmu agama dan juga ilmu-ilmu umum hanya sebatas pada pemilahan semata bukan pemisahan apalagi mengakibatkan pada penolakan ilmu-ilmu tersebut satu sama lain. Tujuan dilakukannya pemilahan ini menurut Mulyadi adalah bahwa ilmu-ilmu agama dapat menuntun kehidupan ruhani manusia sedangkan ilmu-ilmu umum dapat membimbing kehidupan duniawi manusia yang keduanya sama-sama penting dan bermanfaat.  Get it on below. Free!⏬ https://bit.ly/BedahBukuIntegrasiIlmu