Langsung ke konten utama

Cemburu; Ini Bukan Revolusiku!

 

Cemburu : Ini Bukan Revolusiku!


Penulis : Azhar Azizah, penyuka kopi, kiri dan melankolis.-

Berbicara soal Cinta, memang aku akui, tidak akan pernah ada habisnya. "Kita semua hidup dalam permainan Kapitalisme," mungkin kalimat ini agaknya cocok jika dikeluarkan dari mulut Emma Goldman. Sebagai seorang feminis-anarko, aku menyukai bahasa-bahasanya yang lantang, kejam dan mengandung kebenaran terutama dalam esai-esainya. Memang, ini adalah gaya bahasa yang dipakainya dalam melakukan revolusioner di tiap belahan dunia dengan durasi waktu yang sangat lumayan jauh dengan zaman kita. Dimana kala itu, kapitalisme memang sedang gembor-gembornya, gerakan anarko, sindikalis, komunis, feminis juga sedang gembor-gembornya kala itu untuk menentang kapitalisme, feodalisme, militerisme dan ketidakadilan. Jadi wajar saja jika ada nada yang berapi-api yang keluar dari mulut dan juga esainya. 

Lalu apa hubungannya dengan Cemburu? Apa hubungannya pula dengan Empedokles dan teori Zoroaster? 

Pertama, kita akan membahas mengenai sebab akibat. Kalau mulai muncul rasa cemburu, maka disanalah letak lahirnya rasa cinta. Aku akui, perasaan ini hampir selalu mampir atau singgah dalam kehidupan kita. Maka dalam hal ini, biarlah Empedokles mengatakan "Ada dua prinsip yang mengatur perubahan-perubahan di dalam alam semesta, dan kedua prinsip itu berlawanan satu sama lain. Kedua prinsip tersebut adalah Cinta (philotes) berfungsi untuk menghubungkan dan Benci (neikos) berfungsi untuk menceraikan." Adapun bagi Goldman, "Cinta, nama lain dari kebebasan. Dan cemburu adalah perasaan obsesi memiliki dan bentuk balas dendam". Lalu dalam teori agama Zoroaster atau sabda Zarathustra dikatakan pula bahwa "Zoroastrianisme mempunyai prinsip dualisme yang mempercayai bahwa ada dua kekuatan yang bertentangan dan saling beradu, yakni kekuatan kebaikan dan kejahatan. Kekuatan yang jahat diwakili oleh Angra Mainyu atau Ahriman, sedangkan yang baik diwakili oleh Amesha Spenta atau Ahura Mazda itu sendiri yang melawan Angra Mainyu."

Maksud kalimatku apa disini, maksudnya adalah bahwa ketika kita bertemu dengan seseorang, lalu muncul perasaan 'aku suka padanya' itu pasti akan menghasilkan cinta. Cinta membuat semuanya terhubung dan terkoneksi satu dengan yang lain. Cinta juga adalah bentuk kebebasan yang sejati. Cinta membuat kita tak menyadari apa yang sebenarnya kita lakukan, menyadari kadang kita bodoh juga dengan kata cinta. Cinta adalah ketidaksadaran dan kadang menjadikan kita benar-benar sesosok manusia yang baik, bahagia, dan memunculkan apapun yang menurut kita itu baik, walau sebenarnya tidak juga. Lalu cemburu, dapat didefinisikan sebagai perasaan tersakiti akibat pasangan kita jatuh cinta dan membangun hubungan percintaan lagi dengan orang lain, mendorong kita untuk membalas rasa sakit itu kepadanya sebagai salah satu bentuk kejahatan dan rasa benci, atau kepada siapa saja di masa dan ruang yang berbeda. Perasaan tersakiti dan dendam itu sendiri, hadir oleh sebab kita merasa memiliki pasangan dan inilah yang dinamakan cemburu. 

Kedua, kita akan masuk pada pembahasan "Apakah kawan-kawan tahu, bahwa cinta dan cemburu adalah sama-sama sesuatu terkadang yang tidak baik?" Ketika keduanya menyatu, maka disitu kita akan menemukan suatu hal bahwa "cinta dan cemburu adalah produk kapitalisme". Kita merasa 'obsesi memiliki' terhadap pasangan kita sendiri. Inilah bentuk cinta yang ekses dan cemburu yang bahaya. Kalau jadinya seperti ini, maka ini adalah hubungan yang tidak sehat. Produk kapitalisme ini menyebabkan kita merasa tersakiti yang tidak ada habisnya, merasa tidak adil setelah diputuskan atau memutuskan, bahkan hal ini masih berlaku saat kita masih menjalin hubungan cinta, ya walaupun sebenarnya itu murni bahwa kita juga punya naluri dan hati yang sangat peka dan sensitif. Namun seiring berkembangnya zaman, segala sesuatu menjadi kompleks, termasuk dan cinta dan cemburu itu sendiri yang makin dipersulit. 

Ketiga, marilah kita masuk mengenai definisi dari cemburu. Perasaan cemburu tidak mengajarkan kita untuk mampu mengerti dan memahami orang lain bahkan diri kita sendiri, melainkan cemburu dapat mendikte kita untuk menghukum dan menghukum sebanyak mungkin. Perasaan tersakiti dan dendam itu sendiri hadir oleh sebab kita "feel they belong to him" atau merasa memiliki pasangan kita sendiri. Bahkan tak heran, jika di era yang serba elektronik dan canggih ini, banyak pasangan suami-istri atau pasangan kekasih yang selalu mewanti-wanti alat komunikasi pasangannya agar terbebas dari ‘orang ketiga’. Hm, aku pikir ini terlalu berlebihan. Sikap semacam itu ku pikir irasional, sebab kodrat perasaan, termasuk cinta itu sendiri sangatlah dinamis. Kita bisa mencintai dia pada hari ini, lalu perasaan itu beralih pada orang lain keesokan harinya. Bahkan, ada juga yang mencintai pada waktu yang bersamaan. Karena bagiku, cinta itu adalah let it flow, ya ibarat seperti ini, "aku gak peduli kamu berkomunikasi dengan siapapun, aku juga tak mencegah perasaanmu, tapi aku akan tetap menikmati rasa sukaku seperti ini, mempertahankan rasa sukaku seperti ini. Biarkan saja, aku hanya ingin menyukaimu dengan caraku. Aku tak ingin di perintah, ataupun memerintah sebuah perasaan," inilah bagi Goldman yang dinamakan esensi cinta yang sebenarnya. Tak membutuhkan imbahan, belas kasihan, tak kenal ruang dan waktu, tak memaksa dan tak ingin di paksa. Kalaupun dalam cinta itu pasanganmu respect terhadap dirimu, ingin mencintaimu saja, maka itu sebuah bonus besar untuk mu. Maka dalam hal ini, cemburu bukan lagi sebuah karakter, tapi adalah kontruksi sosial-budaya yang kapitalistik. 

Keempat, sekarang kita akan masuk pada pembahasan "dimanakah asal muasal cemburu ini berawal selain dari kata cinta?" Mari kita menelaah lebih dalam lagi, bahwa ternyata ada faktor lain dalam kecemburuan, yaitu kesombongan si laki-laki dan perasaan iri si perempuan. Dengan ajaran maskulinitasnya, laki-laki sebagai pejantan tangguh dan penakluk ulung akan merasa hina jika menemukan ‘hak milik’ (perempuan)-nya dikuasai oleh orang lain atau merasa pandai dalam menaklukkan seorang perempuan lain yang tidak hanya satu-dua orang. Sementara perempuan, yang sejak awal telah di bangun pemahamannya bahwa ia bergantung pada laki-laki, maka hal itu mengkultus dan selalu muncul perasaan terancam dan menjadi iri pada kehadiran perempuan lain dalam kehidupan pasangannya. Maka dalam hal ini, cemburu semakin kompleks, ekses, keras dan hina akibat semakin sedikitnya kasih sayang yang diperoleh dari kekasihnya. 

Dan untuk menghindari diri kita dari permainan kapitalisme, maka kita harus yakin, bahwa perasaan memiliki karena cemburu itu tidak ada, dan cinta itu saling memahami, bebas tidak terkekang oleh ruang dan waktu, adapun cinta yang bebas bukan segala sesuatu boleh dilakukan dengan liar, bukan ekses. Cinta adalah proses memahami itu sendiri, kalau seorang kekasih mencintaimu juga, maka dia akan berusaha untuk memahami siapa kamu dan memberikan cintanya padamu seutuhnya, walaupun kau tidak tahu dan tidak meminta itu. Tapi itulah cinta yang sebenarnya. Ketika cinta bisa datang dan pergi tanpa takut bertemu dengan orang lain, kecemburuan akan jarang berakar, karena kita akan segera mengetahui bahwa di mana tidak ada cemburu, maka tidak ada tempat untuk saling curiga dan tidak percaya. Mungkin di satu sisi, cemburu juga adalah hal yang wajar karena kita punya naluri yang sensitif, tapi sebisa mungkin hal itu tidak dibuat se-ekses mungkin dan tak se-obsesi mungkin.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bedah Buku: Integrasi Ilmu

  Integrasi Ilmu, Mulyadhi Kartanegara - Sebuah Rekonstruksi Holistiks sebuahresensi buku, karya abal-abal - Azhar Azizah Dalam hal ini basis sebagai dasar atau asas antara ilmu-ilmu agama dan juga ilmu-ilmu umum adalah satu dan sama, hal ini telah banyak di jelaskan dalam bab sebelumnya tentang teori wahdah al-wujud Mulla Sadra. Perbedaan yang terjadi diantara ilmu-ilmu agama dan juga ilmu-ilmu umum hanya sebatas pada pemilahan semata bukan pemisahan apalagi mengakibatkan pada penolakan ilmu-ilmu tersebut satu sama lain. Tujuan dilakukannya pemilahan ini menurut Mulyadi adalah bahwa ilmu-ilmu agama dapat menuntun kehidupan ruhani manusia sedangkan ilmu-ilmu umum dapat membimbing kehidupan duniawi manusia yang keduanya sama-sama penting dan bermanfaat.  Get it on below. Free!⏬ https://bit.ly/BedahBukuIntegrasiIlmu