Langsung ke konten utama

Urang Motekar janten Urang Hirup. Urang Nulis janten Urang Merdika

 


Aku berkarya maka aku hidup. Aku menulis maka aku merdeka.

Penulis : Azhar Azizah, penyuka kopi, kiri dan melankolis.-

Maaf Descartes, saya mengambil salah satu semboyan filosofismu "Cogito Ergo Sum" dalam bahasa ibuku "Urang Motekar janten Urang Hirup". Tapi perlu anda ketahui Decard, saya tidak melakukan plagiasi dalam semboyan anda. Ini hanya landasan prinsip saya saja sebagai perempuan, bahwa dengan "berkarya maka saya akan hidup", begitu juga dalam semboyanmu "aku berpikir maka aku ada". 

Kemarin saya mengobrol dengan salah satu teman penulis saya mengenai judul buku kedua saya yang akan terbit (In Syaa Allah) dengan mengangkat tema seperti Diskusi Selilit sekaligus tema tentang interseksionalitas perempuan. Dalam obrolan itu dia berkata bahwa, "iya memang kak, zaman sekarang hak-hak perempuan tak terlihat bukan karena penindasan lagi, tetapi karena perempuan itu saja yang tidak menunjukkan kemerdekaannya". Lalu dari situ saya berpikir, betul juga apa yang dia katakan. Perempuan seolah-olah terkubur dan sunyi bukan hanya karena kehadiran patriarki, tetapi juga karena eksistensi dirinya sendiri yang redup. Lalu pertanyaanya, "Dimana perempuan sekarang? Invisible, tak terlihat. Sekalipun terlihat, itu hanya beberapa saja" batinku di dalam hati.

Saya pernah mengambil tema sebelumnya dalam opini saya yang berjudul "Eksistensi Perempuan dalam Ruang Lingkup Pernikahan" dimana dalam hal tersebut, saya mengedepankan supaya perempuan dapat berpikir Anarkis/Kritis, dan juga bersikap Humanis. Mungkin slogan itu juga yang akan saya ambil dalam tema opini saya kali ini, bahwa untuk menjadi hidup, bahwa untuk merdeka, bahwa untuk terlihat kehadirannya sebagai perempuan, sudah selayaknya saya pribadi dan juga perempuan-perempuan lain harus hidup dengan cara berpikir Anarkis dan bersikap Humanis. Ini juga adalah batu loncatan supaya perempuan tidak lagi mengalami penindasan sebagai seorang Dewi Yang Tolol (Soekarno, 1947:7)

Zaman semakin kompleks, dan manusia semakin berkembang. Untuk mencapai kemajuan suatu peradaban, maka sudah selayaknya manusia akan semakin rasional, semakin berpikir, dan semakin hidup yang harus disertai keadilan-keadilan yang berprinsip pada kemanusiaan. Inilah yang menjadi cita-cita kehidupan yang harmonis, bukan lagi utopia imaji. Dalam hal ini saya tidak menuntut supaya kedudukan perempuan haruslah lebih tinggi daripada laki-laki, tapi saya menuntut supaya perempuan dan laki-laki bisa saling menghargai eksistensinya sebagai sesama manusia. Bahkan dalam Islam dijelaskan bahwa untuk mencapai dunia yang Rahmatan Lil 'Alamin, manusia harus tahu cara menghadapi perbedaan-perbedaan yang ada. Laki-laki walaupun kodratnya lebih tinggi, harus tahu bahwa tanpa perempuan mereka tak ada daya, perempuan walaupun kedudukannya ada dibawah pengaruh laki-laki, tapi juga mereka mempunyai hak untuk merdeka asalkan sesuai dan tidak melupakan kodratnya masing-masing. Inilah yang menjadi cita-cita dan nilai kemajuan atau pembaruan yang terjadi dalam sejarah peradaban umat manusia. 

Bahkan Al-Tahtawi dalam bukunya al-Mursyid al-Amin li al-Banat wa al-Banin seperti yang dikutip oleh Amany Lubis (Ed. M. Amin Nurdin, 2020:79) menjelaskan khususnya dalam bidang pendidikan bahwa pendidikan juga penting digalakkan bagi perempuan agar dapat mengetahui hak dan kewajiban sosial yang menjadi tanggung jawab dalam hubungan dengan lawan jenis maupun hak dan kewajiban sesama mereka sendiri. Namun dalam hal ini saya tidak mengharuskan pendidikan dalam tulis dan baca bagi perempuan itu wajib, karena pada dasarnya pendidikan itu sifatnya mubah. Perempuan bebas untuk berekspresi dalam hal apapun, jika itu bisa membawa kemerdekaan pada dirinya. Tetapi jikalau perempuan itu juga melakukan ekspresi dan dedikasinya dalam bidang pendidikan, maka itu akan jauh lebih baik dan lebih merdeka. 

Disamping mendapatkan pendidikan sebagai sarana berpikir anarkis, maka dengan pendidikan juga akan menghasilkan budi pekerti yang baik dan bijaksana yang nantinya akan melahirkan sikap Humanis sebagai seorang manusia dan sebagai seorang perempuan. Maka dari itu inilah yang saya sebut sebagai "Urang Motekar janten Urang Hirup" tetapi alangkah lebih hidupnya jikalau perempuan juga "Urang nulis janten urang merdika". Penindasan yang paling penting bukan lagi kekerasan dan kejamnya patriarki, tapi penindasan yang paling penting adalah kebodohan yang harus di bobroki. Inilah yang nantinya akan menjadikan perempuan sebagai 'Buiten Het Gareel' seperti yang dikutip oleh Suwarsih Djojopuspito, dan juga sebagai cahaya lilin yang bersinar terang dalam kegelapan.

Referensi :

1. Soekarno-Sarinah. 

2. Ed. Amin Nurdin-Satu Islam Banyak Jalan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bedah Buku: Integrasi Ilmu

  Integrasi Ilmu, Mulyadhi Kartanegara - Sebuah Rekonstruksi Holistiks sebuahresensi buku, karya abal-abal - Azhar Azizah Dalam hal ini basis sebagai dasar atau asas antara ilmu-ilmu agama dan juga ilmu-ilmu umum adalah satu dan sama, hal ini telah banyak di jelaskan dalam bab sebelumnya tentang teori wahdah al-wujud Mulla Sadra. Perbedaan yang terjadi diantara ilmu-ilmu agama dan juga ilmu-ilmu umum hanya sebatas pada pemilahan semata bukan pemisahan apalagi mengakibatkan pada penolakan ilmu-ilmu tersebut satu sama lain. Tujuan dilakukannya pemilahan ini menurut Mulyadi adalah bahwa ilmu-ilmu agama dapat menuntun kehidupan ruhani manusia sedangkan ilmu-ilmu umum dapat membimbing kehidupan duniawi manusia yang keduanya sama-sama penting dan bermanfaat.  Get it on below. Free!⏬ https://bit.ly/BedahBukuIntegrasiIlmu