Langsung ke konten utama

Aku Dimana?? Aku Siapa?? (Kebimbangan Paling Kapitalis!)

 

Patriarchal Culture VS Freedom Myself

Penulis : Azhar Azizah, penyuka kopi, kiri dan melankolis.-

Mungkin diantara tulisan saya yang lain, ini adalah tulisan saya paling anarkis. Sudah setahun lebih saya mengalami keresahan, pemberontakan yang memukul saya, tentang masalah besar yang dianggap masyarakat kecil, tentang suara-suara permintaan tolong yang diabaikan, tentang hakikat 'seorang gender' yang dibisukan, dikubur dalam-dalam, dikubur diam-diam, disembunyikan, bahkan dilenyapkan dengan masalah-masalah yang lain, mulai dari saya membaca tulisan Emma Goldman, Nawal el-Saadawi, Malala Yousafzai, Soekarno, dan tulisan-tulisan suara interseksionalitas perempuan yang lain. 

Dunia selalu mengalami kontradiksi dan kontroversi, itu juga yang dialami seorang perempuan yang mengalami interseksionalitas. Suaranya yang mulai menjadi paradoks, hanya berujung sampai ke kerongkongan. Sekalipun menjadi sebuah ucapan, itu akan menggelarkan, menggemparkan dirinya dengan anggapan negatif nan kolot "dasar perempuan tidak punya harga diri, rendah sekali". Lalu apakah kehormatan perempuan ditentukan dengan ucapannya yang paradoks? Dengan payudaranya yang dilecehkan? Dengan vaginanya yang dilecehkan? Bagi saya tidak, sebab itu adalah kebenaran sesungguhnya. Ini adalah ide patriarkis yang mengatakan bahwa pemerkosaan terhadap perempuan akan mendatangkan aib bagi keluarganya. Masyarakat harus melihat masalah ini secara lebih rinci dengan pikiran yang terbuka. Perempuan menjadi rendah ketika berbicara tentang yang sebenarnya, itu hanya asumsi patriarki yang di agungkan, menjadi dominasi, dijadikan landasan, bahwa pelecahan yang dialami perempuan akan mendatangkan aib bagi keluarganya. Sudah seharusnya ini digalakkan, dilihat dan di cerna. Kalau perempuan tak bisa melawan dengan anggapan tersebut, mereka akan terus menjadi sebatas daun-daun yang ditiup angin. Maka bagi saya, pemerkosa dan patriarki lah yang telah kehilangan kehormatan yang sengaja dijadikan invisible, bukan perempuan tersebut.

Lalu ketika jiwa mengalami pemberontakan, muncullah satu dua buah pertanyaan, "Aku ada di kubu mana? Aku ini perempuan apa? Aku siapa? Mengapa aku tak melawan? Mengapa kebenaran ini terkungkung? Terbelenggu dalam jerat asumsi kolot yang membahayakan, terbelenggu dalam dogma-dogma puritan yang membahayakan" Kebimbangan paling anarkis. Saya seringkali menyebutnya seperti itu. Disatu sisi perempuan menghadapi kuatnya Patriarchal culture, di satu sisi perempuan ingin menjadi freedom myself bagi dirinya. Mengalami skeptisisme, mengalami pukulan-pukulan yang tiada henti. Lalu dimana benang merah yang menjadikan perempuan tak bersua? Jawabannya adalah "perempuan kadang terlalu peduli akan penilaian orang lain, terlalu peduli dengan patriarchal culture" sehingga untuk melangkah sejengkal saja, di urungkan niatnya.

Ingat, perlu saya tekankan, kita bukan membicarakan suatu kodrat hakikat perempuan, tapi kita sedang membicarakan 'interseksionalitas' perempuan, yang merupakan kajian tentang titik temu atau hubungan antara segala sistem atau bentuk penindasan, dominasi atau diskriminasi perempuan. Kalau setelah membaca ini anda menganggap "ya emang sudah kodrat hakikat perempuan seperti itu" berarti anda tidak mencerna tulisan saya dengan baik, dan anda tak ubahnya seperti patriarki. Patriarki bagai pisau bermata dua, licik, pandai mengendalikan suatu sistem, suatu 'isme' sehingga apapun yang dikatakannya adalah kebenaran yang diagungkan. Maka sudah selayaknya perempuan anarkis dalam berpikir, menyuarakan apa yang seharusnya disuarakan. Dogma patriarki akan terus membelenggu, mengkultus dan menjadi rahmat kalau hal itu tidak dibarengi dengan kebebasan perempuan dalam bersuara. Kalau interseksionalitas itu terus terkungkung, ini akan menjadi genosida yang tumpah ruah. Perempuan tak akan menjadi Buiten het Gareel bagi dirinya sendiri.

#kebimbanganpalinganarkis

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bedah Buku: Integrasi Ilmu

  Integrasi Ilmu, Mulyadhi Kartanegara - Sebuah Rekonstruksi Holistiks sebuahresensi buku, karya abal-abal - Azhar Azizah Dalam hal ini basis sebagai dasar atau asas antara ilmu-ilmu agama dan juga ilmu-ilmu umum adalah satu dan sama, hal ini telah banyak di jelaskan dalam bab sebelumnya tentang teori wahdah al-wujud Mulla Sadra. Perbedaan yang terjadi diantara ilmu-ilmu agama dan juga ilmu-ilmu umum hanya sebatas pada pemilahan semata bukan pemisahan apalagi mengakibatkan pada penolakan ilmu-ilmu tersebut satu sama lain. Tujuan dilakukannya pemilahan ini menurut Mulyadi adalah bahwa ilmu-ilmu agama dapat menuntun kehidupan ruhani manusia sedangkan ilmu-ilmu umum dapat membimbing kehidupan duniawi manusia yang keduanya sama-sama penting dan bermanfaat.  Get it on below. Free!⏬ https://bit.ly/BedahBukuIntegrasiIlmu